Indonesian Business News from Sulawesi-Kalimantan-Maluku-Papua

Sastra


Kakawin Nagarakretagama


Kakawin Nagarakretagama (Nāgarakṛtâgama) (aksara Bali: Kakawin Nagarakrtagama-aksara Bali.png) atau juga disebut dengan nama kakawin Desawarnana (Deśawarṇana) (aksara Bali: Kakawin Desawarnana-aksara Bali.png) bisa dikatakan merupakan kakawin Jawa Kuna karya Empu Prapañca yang paling termasyhur. Kakawin ini adalah yang paling banyak diteliti pula. Kakawin yang ditulis tahun 1365 ini, pertama kali ditemukan kembali pada tahun 1894 oleh J.L.A. Brandes, seorang ilmuwan Belanda yang mengiringi ekspedisi KNIL di Lombok. Ia menyelamatkan isi perpustakaan Raja Lombok di Cakranagara sebelum istana sang raja akan dibakar oleh tentara KNIL.

Isi

Kakawin ini menguraikan keadaan di keraton Majapahit dalam masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk, raja agung di tanah Jawa dan juga Nusantara. Ia bertakhta dari tahun 1350 sampai 1389 Masehi, pada masa puncak kerajaan Majapahit, salah satu kerajaan terbesar yang pernah ada di Nusantara. Bagian terpenting teks ini tentu saja menguraikan daerah-daerah "wilayah" kerajaan Majapahit yang harus menghaturkan upeti. Naskah kakawin ini terdiri dari 98 pupuh.[1] Dilihat dari sudut isinya pembagian pupuh-pupuh ini sudah dilakukan dengan sangat rapi. Pupuh 1 sampai dengan pupuh 7 menguraikan raja dan keluarganya. Pupuh 8 sampai 16 menguraikan tentang kota dan wilayah Majapahit. Pupuh 17 sampai 39 menguraikan perjalanan keliling ke Lumajang. Pupuh 40 sampai 49 menguraikan silsilah Raja Hayam Wuruk, dengan rincian lebih detailnya pupuh 40 sampai 44 tentang sejarah raja-raja Singasari, pupuh 45 sampai 49 tentang sejarah raja-raja Majapahit dari Kertarajasa Jayawardhana sampai Hayam Wuruk. Pupuh 1 - 49 merupakan bagian pertama dari naskah ini.[1]
Bagian kedua dari naskah kakawin ini yang juga terdiri dari 49 pupuh, terbagi dalam uraian sebagai berikut: Pupuh 50 sampai 54 menguraikan kisah raja Hayam Wuruk yang sedang berburu di hutan Nandawa. Pupuh 55 sampai 59 menguraikan kisah perjalanan pulang ke Majapahit. Pupuh 60 menguraikan oleh-oleh yang dibawa pulang dari pelbagai daerah yang dikunjungi. Pupuh 61 sampai 70 menguraikan perhatian Raja Hayam Wuruk kepada leluhurnya berupa pesta srada dan ziarah ke makam candi. Pupuh 71 sampai 72 menguraikan tentang berita kematian Patih Gadjah Mada. Pupuh 73 sampai 82 menguraikan tentang bangunan suci yang terdapat di Jawa dan Bali. Pupuh 83 sampai 91 menguraikan tentang upacara berkala yang berulang kembali setiap tahun di Majapahit, yakni musyawarah, kirap, dan pesta tahunan. Pupuh 92 sampai 94 tentang pujian para pujangga termasuk prapanca kepada Raja Hayam Wuruk. Sedangkan pupuh ke 95 sampai 98 khusus menguraikan tentang pujangga prapanca yang menulis naskah tersebut.[1]
Kakawin ini bersifat pujasastra, artinya karya sastra menyanjung dan mengagung-agungkan Raja Majapahit Hayam Wuruk, serta kewibawaan kerajaan Majapahit. Akan tetapi karya ini bukanlah disusun atas perintah Hayam Wuruk sendiri dengan tujuan untuk politik pencitraan diri ataupun legitimasi kekuasaan. Melainkan murni kehendak sang pujangga Mpu Prapanca yang ingin menghaturkan bhakti kepada sang mahkota, serta berharap agar sang Raja ingat sang pujangga yang dulu pernah berbakti di keraton Majapahit. Artinya naskah ini disusun setelah Prapanca pensiun dan mengundurkan diri dari istana. Nama Prapanca sendiri merupakan nama pena, nama samaran untuk menyembunyikan identitas sebenarnya dari penulis sastra ini. Karena bersifat pujasastra, hanya hal-hal yang baik yang dituliskan, hal-hal yang kurang memberikan sumbangan bagi kewibawaan Majapahit, meskipun mungkin diketahui oleh sang pujangga, dilewatkan begitu saja. Karena hal inilah peristiwa Pasunda Bubat tidak disebutkan dalam Negarakretagama, meskipun itu adalah peristiwa bersejarah, karena insiden itu menyakiti hati Hayam Wuruk. Karena sifat pujasastra inilah oleh sementara pihak Negarakretagama dikritik kurang netral dan cenderung membesar-besarkan kewibawaan Hayam Wuruk dan Majapahit, akan tetapi terlepas dari itu, Negarakretagama dianggap sangat berharga karena memberikan catatan dan laporan langsung mengenai kehidupan di Majapahit.[1]

Arti judul

Judul kakawin ini, Nagarakretagama artinya adalah "Negara dengan Tradisi (Agama) yang suci". Nama Nagarakretagama itu sendiri tidak terdapat dalam kakawin Nagarakretagama. Pada pupuh 94/2, Prapanca menyebut ciptaannya Deçawarnana atau uraian tentang desa-desa. Namun, nama yang diberikan oleh pengarangnya tersebut terbukti telah dilupakan oleh umum. Kakawin itu hingga sekarang biasa disebut sebagai Nagarakretagama. Nama Nagarakretagama tercantum pada kolofon terbitan Dr. J.L.A. Brandes: Iti Nagarakretagama Samapta. Rupanya, nama Nagarakretagama adalah tambahan penyalin Arthapamasah pada bulan Kartika tahun saka 1662 (20 Oktober 1740 Masehi). Nagarakretagama disalin dengan huruf Bali di Kancana.

Penulis

Naskah ini selesai ditulis pada bulan Aswina tahun Saka 1287 (September – Oktober 1365 Masehi), penulisnya menggunakan nama samaran Prapanca, berdasarkan hasil analisis kesejarahan yang telah dilakukan diketahui bahwa penulis naskah ini adalah Dang Acarya Nadendra , bekas pembesar urusan agama Buddha di istana Majapahit. Beliau adalah putera dari seorang pejabat istana di Majapahit dengan pangkat jabatan Dharmadyaksa Kasogatan. Penulis naskah ini menyelesaikan naskah kakawin Negarakretagama diusia senja dalam pertapaan di lereng gunung di sebuah desa bernama Kamalasana.[1] Hingga sekarang umumnya diketahui bahwa pujangga "Mpu Prapanca" adalah penulis Nagarakretagama.

Naskah

Teks ini semula dikira hanya terwariskan dalam sebuah naskah tunggal yang diselamatkan oleh J.L.A. Brandes, seorang ahli Sastra Jawa Belanda, yang ikut menyerbu istana Raja Lombok pada tahun 1894. Ketika penyerbuan ini dilaksanakan, para tentara KNIL membakar istana dan Brandes menyelamatkan isi perpustakaan raja yang berisikan ratusan naskah lontar. Salah satunya adalah lontar Nagarakretagama ini. Semua naskah dari Lombok ini dikenal dengan nama lontar-lontar Koleksi Lombok yang sangat termasyhur. Koleksi Lombok disimpan di perpustakaan Universitas Leiden Belanda.

Status naskah

Naskah Nagarakretagama disimpan di Leiden dan diberi nomor kode L Or 5.023. Lalu dengan kunjungan Ratu Juliana, Belanda ke Indonesia pada tahun 1973, naskah ini diserahkan kepada Republik Indonesia. Konon naskah ini langsung disimpan oleh Ibu Tien Soeharto di rumahnya, namun ini tidak benar. Naskah disimpan di Perpustakaan Nasional RI dan diberi kode NB 9.
Kakawin Nagarakretagama pada tahun 2008 diakui sebagai bagian dalam Daftar Ingatan Dunia (Memory of the World Programme) oleh UNESCO.[2]

 

Kakawin Sutasoma


Gambar sampul buku keluaran Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia provinsi Bali. Sampul ini menunjukkan gambar pangeran Sutasoma yang diterkam harimau betina.
Kakawin Sutasoma adalah sebuah kakawin dalam bahasa Jawa Kuna. Kakawin ini termasyhur, sebab setengah bait dari kakawin ini menjadi motto nasional Indonesia: Bhinneka Tunggal Ika (Bab 139.5).
Motto atau semboyan Indonesia tidaklah tanpa sebab diambil dari kitab kakawin ini. Kakawin ini mengenai sebuah cerita epis dengan pangeran Sutasoma sebagai protagonisnya. Amanat kitab ini mengajarkan toleransi antar agama, terutama antar agama Hindu-Siwa dan Buddha. Kakawin ini digubah oleh mpu Tantular pada abad ke-14.

Ikhtisar isi

Hiasan emas dari masa Majapahit yang menggambarkan Sutasoma digendong Kalmasapada
Calon Buddha (Bodhisattva) dilahirkan kembali sebagai Sutasoma, putra Raja Hastinapura, prabu Mahaketu. Setelah dewasa Sutasoma sangat rajin beribadah, cinta akan agama Buddha. Ia tidak senang akan dinikahkan dan dinobatkan menjadi raja. Maka pada suatu malam, sang Sutasoma melarikan diri dari negara Hastina.
Maka setelah kepergian sang pangeran diketahui, timbullah huru-hara di istana, sang raja beserta sang permaisuri sangat sedih, lalu dihibur oleh orang banyak.
Setibanya di hutan, sang pangeran bersembahyang dalam sebuah kuil. Maka datanglah dewi Widyukarali yang bersabda bahwa sembahyang sang pangeran telah diterima dan dikabulkan. Kemudian sang pangeran mendaki pegunungan Himalaya diantarkan oleh beberapa orang pendeta. Sesampainya di sebuah pertapaan, maka sang pangeran mendengarkan riwayat cerita seorang raja, reinkarnasi seorang raksasa yang senang makan manusia.
Alkisah adalah seorang raja bernama Purusada atau Kalmasapada. Syahdan pada suatu waktu daging persediaan santapan sang prabu, hilang habis dimakan anjing dan babi. Lalu si juru masak bingung dan tergesa-gesa mencari daging pengganti, tetapi tidak dapat. Lalu ia pergi ke sebuah pekuburan dan memotong paha seorang mayat dan menyajikannya kepada sang raja. Sang raja sungguh senang karena merasa sangat sedap masakannya, karena beliau memang reinkarnasi raksasa. Kemudian beliau bertanya kepada sang juru masak, tadi daging apa. Karena si juru masak diancam, maka iapun mengaku bahwa tadi itu adalah daging manusia. Semenjak saat itu beliaupun gemar makan daging manusia. Rakyatnyapun sudah habis semua; baik dimakan maupun melarikan diri. Lalu sang raja mendapat luka di kakinya yang tak bisa sembuh lagi dan iapun menjadi raksasa dan tinggal di hutan.
Sang raja memiliki kaul akan mempersembahkan 100 raja kepada batara Kala jika beliau bisa sembuh dari penyakitnya ini.
Sang Sutasoma diminta oleh para pendeta untuk membunuh raja ini tetapi ia tidak mau, sampai-sampai dewi Pretiwi keluar dan memohonnya. Tetapi tetap saja ia tidak mau, ingin bertapa saja.
Maka berjalanlah ia lagi. Di tengah jalan syahdan ia berjumpa dengan seorang raksasa ganas berkepala gajah yang memangsa manusia. Sang Sutasoma hendak dijadikan mangsanya. Tetapi ia melawan dan si raksasa terjatuh di tanah, tertimpa Sutasoma. Terasa seakan-akan tertimpa gunung. Si raksasa menyerah dan ia mendapat khotbah dari Sutasoma tentang agama Buddha bahwa orang tidak boleh membunuh sesama makhluk hidup. Lalu si raksasa menjadi muridnya.
Lalu sang pangeran berjalan lagi dan bertemu dengan seekor naga. Naga ini lalu dikalahkannya dan menjadi muridnya pula.
Maka akhirnya sang pangeran menjumpai seekor harimau betina yang lapar. Harimau ini memangsa anaknya sendiri. Tetapi hal ini dicegah oleh sang Sutasoma dan diberinya alasan-alasan. Tetapi sang harimau tetap saja bersikeras. Akhirnya Sutasoma menawarkan dirinya saja untuk dimakan. Lalu iapun diterkamnya dan dihisap darahnya. Sungguh segar dan nikmat rasanya. Tetapi setelah itu si harimau betina sadar akan perbuatan buruknya dan iapun menangis, menyesal. Lalu datanglah batara Indra dan Sutasoma dihidupkan lagi. Lalu harimaupun menjadi pengikutnya pula. Maka berjalanlah mereka lagi.
Hatta tatkala itu, sedang berperanglah sang Kalmasapada melawan raja Dasabahu, masih sepupu Sutasoma. Secara tidak sengaja ia menjumpai Sutasoma dan diajaknya pulang, ia akan dikawinkan dengan anaknya. Lalu iapun berkawinlah dan pulang ke Hastina. Ia mempunyai anak dan dinobatkan menjadi prabu Sutasoma.
Maka diceritakanlah lagi sang Purusada. Ia sudah mengumpulkan 100 raja untuk dipersembahkan kepada batara Kala, tetapi batara Kala tidak mau memakan mereka. Ia ingin menyantap prabu Sutasoma. Lalu Purusada memeranginya dan karena Sutasoma tidak melawan, maka beliau berhasil ditangkap.
Setelah itu beliau dipersembahkan kepada batara Kala. Sutasoma bersedia dimakan asal ke 100 raja itu semua dilepaskan. Purusada menjadi terharu mendengarkannya dan iapun bertobat. Semua raja dilepaskan.

Petikan dari kakawin ini

Di bawah ini diberikan beberapa contoh petikan dari kakawin ini bersama dengan terjemahannya. Yang diberikan contohnya adalah manggala, penutup dan sebuah petikan penting.

Manggala

Pada Kakawin Sutasoma terdapat sebuah manggala. Manggala ini memuja Sri Bajrajñana yang merupakan intisari kasunyatan.Jika beliau menampakkan dirinya, maka hal ini keluar dalam samadi sang Boddhacitta dan bersemayam di dalam benak. Lalu beberapa yuga disebut di mana Brahma, Wisnu dan Siwa melindungi. Maka sekarang datanglah Kaliyuga di mana sang Buddha datang ke dunia untuk membinasakan kekuasaan jahat.
Manggala Terjemahan
1 a. Çrî Bajrajñâna çûnyâtmaka parama sirânindya ring rat wiçes.a 1 a. Sri Bajrajñana, manifestasi sempurna Kasunyatan adalah yang utama di dunia.
1 b. lîlâ çuddha pratis.t.hêng hredaya jaya-jayângken mahâswargaloka 1 b. Nikmat dan murni teguh di hati, menguasai semuanya bagai kahyangan agung.
1 c. ekacchattrêng çarîrânghuripi sahananing bhur bhuwah swah prakîrn.a 1 c. Ia adalah titisan Pelindung tunggal yang menganugrahi kehidupan kepada tri buwana – bumi, langit dan sorga – seru sekalian alam.
1 d. sâks.ât candrârka pûrn.âdbhuta ri wijilira n sangka ring Boddhacitta 1 d. Bagaikan terang bulan dan matahari sifat yang keluar dari batin orang yang telah sadar.
2 a. Singgih yan siddhayogîçwara wekasira sang sâtmya lâwan bhat.âra 2 a. Ia yang diterangi, yang manunggal dengan Tuhan, memang benar-benar Raja kaum Yogi yang berhasil.
2 b. Sarwajñâmûrti çûnyâganal alit inucap mus.t.ining dharmatattwa 2 b. Perwujudan segala ilmu Kasunyatan baik kasar ataupun halus, diajikan dalam sebuah doa dan puja yang khusyuk.
2 c. Sangsipta n pèt wulik ring hati sira sekung ing yoga lâwan samâdhi 2 c. Singkatnya, mari mencari-Nya dengan betul dalam hati, didukung dengan yoga dan samadi penuh.
2 d. Byakta lwir bhrântacittângrasa riwa-riwaning nirmalâcintyarûpa 2 d. Persis bagaikan seseorang yang merana hatinya merasakan rasa kemurnian Yang Tak Bisa Dibayangkan.
3 a. Ndah yêka n mangkana ng çânti kineñep i tutur sang huwus siddhayogi 3 a. Maka itulah ketentraman hati yang dituju seorang yogi sempurna.
3 b. Pûjan ring jñâna çuddhâprimita çaran.âning miket langwa-langwan 3 b. Biarkan aku memuja dengan kemurnian dan kebaktian tak tertara sebagai sarana untuk menulis syair indah.
3 c. Dûrâ ngwang siddhakawyângitung ahiwang apan tan wruh ing çâstra mâtra 3 c. Mustahil aku akan berhasil menulis kakawin sebab tiada tahu akan tatacara bersastra.
3 d. Nghing kêwran déning ambek raga-ragan i manah sang kawîrâja çobha 3 d. Namun, sungguh malu dan terganggu oleh pikiran akan sebuah penyair sempurna di ibukota.
4 a. Pûrwaprastâwaning parwaracana ginelar sangka ring Boddhakâwya 4 a. Pertama dari semua cerita yang saya gubah diturunkan dari kisah-kisah sang Buddha.
4 b. Ngûni dwâpâra ring treat kretayuga sirang sarwadharmânggaraks.a 4 b. Dahulukala ketika dwapara-, treta- dan kretayuga, beliau merupakan perwujudan segala bentuk dharma.
4 c. Tan lèn hyang Brahma Wis.n.wîçwara sira matemah bhûpati martyaloka 4 c. Tiada lain sang hyang Brahma, Wisnu dan Siwa. Semuanya menjadi raja-raja di Mercapada (dunia fana).
4 d. Mangké n prâpta ng kali çrî Jinapati manurun matyana ng kâla murkha 4 d. Dan sekarang pada masa Kaliyuga, Sri Jinapati turun di sini untuk menghancurkan kejahatan dan keburukan.

Penutup

Pupuh penutup adalah pupuh nomor 148.

Epilog Terjemahan
1 a. Nâhan tântyanikang kathâtiçaya Boddhacarita ng iniket 1 a. Maka inilah akhir dari sebuah cerita indah dan digubah dari kisah sang Buddha.
1 b. Dé sang kawy aparab mpu Tantular amarn.a kakawin alangö 1 b. Oleh seorang penyair bernama mpu Tantular yang menggubah kakawin indah.
1 c. Khyâtîng rat Purus.âdaçânta pangaranya katuturakena 1 c. Termasyhur di dunia dengan nama Purusadasanta (pasifikasi raja Purusada).
1 d. Dîrghâyuh sira sang rumengwa tuwi sang mamaca manulisa 1 d. Semoga semua yang mendengarkan, membaca dan menyalin akan panjang umurnya.
2 a. Bhras.t.a ng durjana çûnyakâya kumeter mawedi giri-girin 2 a. Hancur lebur para durjana, tak berdaya, gemetar, takut karena ngeri.
2 b. Dé çrî râjasa raja bhûpati sang angd.iri ratu ri Jawa 2 b. Oleh Sri Rajasa yang bertakhta di Jawa.
2 c. Çuddhâmbek sang aséwa tan salah ulah sawarahira tinut 2 c. Para abdinya berhati murni dan melaksanakan segala perintahnya tanpa salah.
2 d. Sök wîrâdhika mêwwu yêka magawé resaning ari teka 2 d. Sungguh banyak para pahlawan unggul, jumlahnya ada ribuan yang memberikan rasa takut kepada para musuh.
3 a. Ramya ng sâgara parwatêki sakapunpunan i sira lengeng 3 a. Indahlah laut dan gunung di bawah penguasaannya.
3 b. Mwang tang râjya ri Wilwatikta pakarâjyanira n anupama 3 b. Dan ibukota Wilwatikta (= Majapahit) sungguh indah di luar bayangan.
3 c. Kîrn.êkang kawi gîta lambing atuhânwam umarek i haji 3 c. Banyaklah jumlah para penyair, tua dan muda yang menggubah nyanyian dan kakawin yang menghadap sang ratu.
3 d. Lwir sang hyang çaçi rakwa pûrn.a pangapusnira n anuluhi rat 3 d. Bagaikan Dewa Candra kekuasaannya menyinari dunia.
4 a. Bhéda mwang damel I nghulun kadi patangga n umiber i lemah 4 a. Berbeda dengan karyaku bagaikan gajah yang terbang di atas tanah.
4 b. Ndan dûra n mad.anêka pan wwang atimûd.ha kumawih alangö 4 b. Mustahillah menyamai karena orang bodoh yang seolah-olah menulis kakawin indah.
4 c. Lwir bhrân.tâgati dharma ring kawi turung wruh ing aji sakathâ 4 c. Seperti seseorang yang bingung mengenai kewajiban seorang penyair tidak mengenal peraturan bersyair.
4 d. Nghing sang çrî Ran.amanggalêki sira sang titir anganumata. 4 d. Namun Sri Ranamanggala juga yang menjadi panutanku.

Bhinneka Tunggal Ika

Lambang Indonesia dengan motto Bhinneka Tunggal Ika
Kutipan ini berasal dari pupuh 139, bait 5. Lengkapnya ialah:
Jawa Kuna Alih bahasa
Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa, Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen, Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal, Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa. Terpecah belahlah itu,, tidak ada kebenaran yang mendua.

Penggubah dan masa penggubahan

Kakawin Sutasoma digubah oleh mpu Tantular pada masa keemasan Majapahit di bawah kekuasaan prabu Rajasanagara atau raja Hayam Wuruk. Tidak diketahui secara pasti kapan karya sastra ini digubah. Oleh para pakar diperkirakan kakawin ini ditulis antara tahun 1365 dan 1389. Tahun 1365 adalah tahun diselesaikannya kakawin Nagarakretagama sementara pada tahun 1389, raja Hayam Wuruk mangkat. Kakawin Sutasoma lebih muda daripada kakawin Nagarakretagama.
Selain menulis kakawin Sutasoma, mpu Tantular juga jelas diketahui telah menulis kakawin Arjunawijaya. Kedua kakawin ini gaya bahasanya memang sangat mirip satu sama lain.

Kakawin Sutasoma sebagai sebuah karya sastra Buddhis

Kakawin Sutasoma bisa dikatakan unik dalam sejarah sastra Jawa karena bisa dikatakan merupakan satu-satunya kakawin bersifat epis yang bernafaskan agama Buddha.

Penurunan kakawin Sutasoma

Lontar Sutasoma dari Jawa Tengah dalam aksara Buda.
Kakawin Sutasoma diturunkan sampai saat ini dalam bentuk naskah tulisan tangan, baik dalam bentuk lontar maupun kertas. Hampir semua naskah kakawin ini berasal dari pulau Bali. Namun ternyata ada satu naskah yang berasal dari pulau Jawa dan memuat sebuah fragmen awal kakawin ini dan berasal dari apa yang disebut "Koleksi Merapi-Merbabu". Koleksi Merapi-Merbabu ini merupakan kumpulan naskah-naskah kuna yang berasal dari daerah sekitar pegunungan Merapi dan Merbabu di Jawa Tengah. Dengan ini bisa dipastikan bahwa teks ini memang benar-benar berasal dari pulau Jawa dan bukan pulau Bali.

Resepsi kakawin Sutasoma di Bali

Di pulau Bali kakawin ini merupakan salah satu kakawin yang cukup digemari. Hal ini berkat kiprah I Gusti Sugriwa, salah seorang pakar susastra dari Bali yang memopulerkan kakawin ini. Ia sebagai contoh banyak menggunakan petikan-petikan dari kakawin ini dalam bukunya mengenai pelajaran kakawin.

Penerbitan kakawin Sutasoma

Kakawin Sutasoma telah diterbitkan dan diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Soewito Santoso. Suntingan teksnya diterbitkan pada tahun 1975.
Selain itu di Bali banyak pula terbitan suntingan teks. Salah satu contohnya yang terbaru adalah suntingan yang diterbitkan oleh "Dinas Pendidikan provinsi Bali" (1993). Namun suntingan teks ini dalam aksara Bali dan terjemahan adalah dalam bahasa Bali.
Antara tahun 1959 - 1961 pernah diusahakan penerbitan teks sebuah naskah yang diiringi dengan terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh I Gusti Bagus Sugriwa.
Pada tahun 2009 terbit terjemahan baru dalam bahasa Indonesia beserta teks aslinya dalam bahasa Jawa Kuna. Suntingan teks dan terjemahan diusahakan oleh Dwi Woro R. Mastuti dan Hastho Bramantyo.


Sastra Jawa
Orang Jawa kuno benar-benar menyukai sastra, bahkan untuk menyatakan bilangan-bilangan mereka menggunakan  bahasa (kata) yang indah-indah sebagai pengganti angka.
      Tetapi sebelum aku sedikit bercerita (sebatas pengetahuanku) tentang hubungan antara sastra dan matematika perkenanlah aku sedikit memberikan perkenalan tentang perbedaan antara angka dan bilangan (lagi-lagi sebatas pengetahuanku).
      Banyak orang yang mungkin menganggap kalau angka dan bilangan adalah hal yang sama padahal sebenarnya angka dan bilangan adalah hal yang berbeda. Angka tidak lain adalah simbol yang digunakan untuk melambangkan suatu bilangan sedangkan bilangan itu sendiri merupakan suatu obyek yang abstrak. Kata orang-orang sih memang obyek matematika adalah abstrak sedangkan apa yang nampak (seperti angka, bilangan, kubus dll) hanyalah merupakan upaya untuk melambangkan hal-hal yang abstrak. Terus terang aku tidak punya ilmu untuk membahas maupun mendebat hal tersebut (antara abstrak dan konkret).
      Kembali ke masalah angka dan bilangan…
      Untuk lebih jelasnya aku berikan contoh:
     12——-> mana angka dan mana bilangan pada “12″?
      Pada “12″ terdapat dua angka, yaitu angka 1 dan angka 2 sedangkan 12 itu sendiri merupakan bilangan yang melambangkan suatu kuantitas (panjang, berat, umur dll). Jadi “1″ dan “2″ tersebut merupakan angka-angka yang digunakan untuk melambangkan bilangan “12″, tentu saja angka-angka 1 dan 2 juga dapat digunakan untuk melambangkan bilangan-bilangan yang lain tergantung dari banyaknya angka “1″ dan “2″ yang digunakan dan juga tergantung posisi peletakan angka-angka tersebut.
       Kesimpulannya adalah terdapat 10 angka, yaitu mulai dari 0, 1, 2, … sampai 9. Oh ya 10 angka yang aku maksudkan tersebut adalah pada sistem penulisan latin, tentu saja masih banyak sistem penulisan yang lain (seperti Arab, Jawa, Cina, Romawi, Babilonia dll).
       Semoga contoh tersebut dapat menjelaskan perbedaan angka dan bilangan.
      Sekarang kembali ke masalah sastra (Jawa) dan matematika ya…
      Dulu aku pernah menulis tentang apa manfaat belajar matematika . Ada beberapa komentar yang menyebutkan kalau sastra murni tidak membutuhkan matematika, nah di sini aku ingin mencoba ngéyél (maaf bahasa Indonesia untuk ngéyél apa ya? Kalau pakai membangkang sepertinya tidak tepat ya?) dengan memberikan contoh (walaupun mungkin contoh ini tidak tepat).
Sekali lagi sekarang aku akan ngéyél mengaitkan sastra (Jawa) dengan matematika, berhubung mau ngéyél maka contoh yang aku tulis nanti terkesan dipaksakan :D(kata Sora9n….. “deKing garing” :D).
      Dulu aku sudah pernah menjawab asal-asalan tentang penggunaan matematika di sastra Jawa, yaitu rumus gatra pada tembang Macapat (jawaban yang sangat ngawur dan dipaksakan). Sekarang sekali lagi aku akan memberikan contoh NGAWUR lain tentang matematika dalam sastra Jawa…

      Sebelumnya aku persempit dulu definisi matematika di sini, matematika kan salah satunya terkenal dengan dunia simbol (termasuk angka-angka) nah matematika di sini hanyalah sekedar tentang angka dan bilangan (sengaja dipaksakan :D).
      Dulu waktu SMP aku belajar Bahasa Jawa, seingatku dulu mata pelajaran Bahasa Jawa bukan sekedar muatan lokal tetapi memang wajib (untuk wilayah Jawa Tengah). Berhubung jaman SMP tentu saja aku hanya ingat secuil tentang sastra Jawa (padahal dulu juga tidak bisa :D). Salah satu yang sangat membuatku terkesan adalah kalimat SIRNA ILANG KERTANING BUMI yang kalau tidak salah kalimat tersebut melambangkan tahun runtuhnya kerajaan Majapahit, yaitu tahun 1400. Kok bisa SIRNA ILANG KERTANING BUMI melambangkan bilangan tahun 1400?
      Di sastra Jawa dikenal yang namanya SENGKALA yaitu melambangkan angka dengan kata-kata tetapi sepertinya penggunaan sengkala sebatas pada pelambangan TAHUN, tidak tahu penggunaan sengkala untuk menyatakan kuantitas yang lain. Ada dua macam sengkala, yaitu CANDRA SENGKALA untuk menyatakan tahun Jawa dan Surya Sengkala untuk menyatakan tahun Masehi. Seperti halnya angka dan bilangan, banyak orang yang menganggap kalau candra sengkala sama dengan surya sengkala (mungkin karena mereka hanya fokus pada kata sengkala).
      SIRNA ILANG KERTANING BUMI ——–> ada 4 kata.
      1400  ———- > ada 4 angka.
      Ya setiap kata memang melambangkan suatu angka.
      Apakah berarti sirna melambangkan angka 1; ilang melambangkan angka 4 dst?
      Sebelum kita cari tahu makna dari masing-masing kata, marilah kita amati bilangan tahun 1400. Pada bilangan 1400 terdapat dua angka yang kembar yaitu angka “0″, jadi tentu saja pada sengkala tersebut seharusnya terdapat dua kata yang sama. Kita tahu bahwa arti kata “sirna” melambangkan ketidakadaan (sirna, lenyap, hilang dll) begitu juga kata “ilang” atau hilang, jadi kata sirna dan ilang melambangkan hal yang sama atau dengan kata lain kata sirna dan hilang adalah sama. Nah dari situ bisa kita tebak kalau kata sirna dan ilang melambangkan ketidakadaan alias “nol”.
      Sudah menemukan clue yang lain?
      SIRNA ILANG KERTANING BUMI
         (0)         (0)              (?)                (?)
      Melambangkan apakah kata kerta (kata dasar dari kertaning) dan bumi?
      Sepertinya lebih mudah kalau kita membahas kata bumi lebih dulu karena kita sama-sama tahu kalau bumi itu hanya ada satu (fakta sementara), jadi berarti kata bumi melambangkan 1 dan tentu saja kesimpulan akhirnya kata kerta melambangkan 4.
      SIRNA ILANG KERTANING BUMI
         (0)         (0)              (4)                (1)
      Jadi pembacaan sengkala arahnya dibalik.
      Berikut kata-kata yang digunakan dalam sengkala untuk melambangkan suatu bilangan (maaf seadanya ya karena jujur saja sudah banyak yang lupa):
1 : Bumi, buana,  surya, candra, tunggal, ika, eka, (p)raja, manunggal, negara dll.
2 : dwi, tangan, sikil, kuping, mata, netra, panembah, bekti, dll
3 : tri, krida, gebyar, dll
4 : catur, kerta, dll
5 : panca, astra, tumata, dll
6: rasa, sad, bremana, anggata, dll
7 : sapta, sinangga, sapi dll
8 : asta, naga, salira, manggala, dll
9 : nawa, hanggatra, bunga, dll
0 : ilang, sirna, sonya, dll
Contoh sengkala-sengkala yang lain :
  1. Lambang kraton Yogya –> “DWI NAGA RASA TUNGGAL” melambangkan tahun 1682.
  2. Kabupaten Banyumas –> “BEKTINING MANGGALA TUMATANING PRAJA” melambangkan tahun 1582
  3. Kabupaten Sleman —> “RASA MANUNGGAL HANGGATRA NEGARA” melambangkan tahun 1916 (Masehi)
  4. Kabupaten Sleman —> “ANGGATA CATUR SALIRA TUNGGAL” melambangkan tahun 1846 (tahun Jawa)
  5. Kabupaten Pati —> “KRIDANING PANEMBAH GEBYARING BUMI” melambangkan tahun 1323
      Semua sengkala-sengkala di atas melambangkan atau menunjukkan tahun berdirinya masing-masing daerah.
      Bahkan ada surya sengkala baru yang cukup bagus untuk menandai peristiwa-peristiwa yang menimpa bangsa dan negara kita di tahun 2006, yaitu “RASA SONYA ILANGING PANEMBAH” yang dapat diartikan “HILANGNYA KESADARAN BERBAKTI”.
      Tulisan di atas merupakan campuran antara sisa-sisa memori belajar Bahasa Jawa waktu SMP dengan ditambah beberapa kutipan dari sumber yang lain (maaf tidak sempat menuliskan semua, di antaranya adalah tentang Sleman, Yogyakarta, Banyumas, dll)
PERHATIAN:
  1. Sebenarnya tulisan di atas BUKAN tentang penggunaan Matematika dalam Sastra Jawa (saya tadi hanya mencari alasan saja kok biar tulisannya agak panjang:D). Karena bisa dikatakan penggunaan matematika dalam sastra Jawa tersebut hanya sebatas angka dan bilangan.
  2. Inti dari tulisan di atas sebenarnya adalah sekedar ungkapan rasa cinta dan rasa rindu pada budaya Jawa-ku tercinta.


Peribahasa Jawa

Sabar iku ingaran mustikaning laku
Artinya:
Bertingkah laku dengan mengedepankan kesabaran itu ibaratkan sebuah hal yg sangat indah dalam sebuah kehidupan

Sabar iku lire momot kuwat nandhang sakehing coba lan pandhadharaning ngaurip
Artinya:
Sabar itu merupakan sebuah kemampuan untuk menahan segala macam godaan dalam hidup, yg tentunya nanti bisa untuk mendewasakan diri kita masing-masing

Jumbuh karo unine bebasan, sabar iku kuncining swarga, ateges marganing kamulyan
Artinya:
Sama seperti bunyi sebuah peribahasa, berlaku sabar itu adalah “jalan utama” untuk mendapatkan “surga”. Yang dimaksud disini adalah ketentraman dan kedamaian dalam menjalani kehidupan

Nanging ora ateges gampang pepes kentekan pengarep-arep
Artinya:
Akan tetapi bukan berarti lalu kita gampang kehilangan pengharapan
Suwalike malah kebak pengarep-arep lan kuwawa nampani apa bae kang gumelar ing salumahe jagad iki
Artinya:
Justru sebaliknya kita harus menjalaninya dengan penuh pengharapan dan seolah-olah mampu untuk mendapatakan apa saja yang ada di dunia ini. Tentunya dengan disertai rasa mawas diri dan kepasrahan


“Memayu hayuning pribadi; memayu hayuning kulawarga; memayu hayuning sesama; memayu hayuning bawana”. Artinya berbuat baik bagi diri sendiri, keluarga, sesame manusia, makhluk hidup dan seluruh dunia.
“Kawula mung saderma, mobah-mosik kersaning Hyang sukmo”. Artinya Lakukan yang kita bisa, setelahnya serahkan kepada Tuhan.
“Tansah ajeg mesu budi lan raga nganggo cara ngurangi mangan lan turu”. Artinya Kurangi makan dan tidur yang berlebihan agar kesehatan kita senantiasa terjaga
“Adigang, adigung, adiguno “. Artinya jaga kelakuan, jangan somobong dengan kekuatan, kedudukan, ataupun latarbelakangmu
“Ambeg utomo, andhap asor”. Artinya Selalu menjadi yang utama tapi selalu rendah hati
“Aja mbedakake marang sapadha-padha”. Artinya Hargai perbedaan, jangan membeda-bedakan sesame manusia
“Mohon, mangesthi, mangastuti, marem”. Artinya Selalu meminta petunjuk Tuhan untuk meyelaraskan antara ucapan dan perbuatan agar dapat berguna bagi sesame
“Ora kena nglarani”. Artinya Jangan melukai orang lain
“Rela lan legawa lair trusing batin”. Artinya Ikhlas lahir batin
“Urip kang utama, mateni kang sempurna”. Artinya Selama hidup kita melakukan perbuatan baik maka kita akan menemukan kebahagiaan di kehidupan selanjutnya
“Narimo ing pandum”. Artinya Menerima segala rintangan dengan ikhlas
“Gusti iku cedhak tanpa senggolan, adoh tanpa wangenan”. Artinya Tuhan itu dekat meski kita tubuh kita tidak dapat menyentuhnya dan akal kita dapat menjangkaunya
“Ala lan becik iku gegandhengan, Kabeh kuwi saka kersaning Pangeran”. Artinya Kebaikan dan kejahatan ada bersama-sama, itu semua adalah kehendak Tuhan
“Natas, nitis, netes”. Artinya Dari Tuhan kita ada, bersama Tuhan kita hidup, dan bersatu dengan Tuhan kita kembali
“Alam iki sejatining Guru”. Artinya Alam adalah guru yang sejati
“Golek sampurnaning urip lahir batin lan golek kusumpurnaning pati”. Artinya Kita bertanggung jawab untuk mencari kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat
“Manungsa mung ngunduh wohing pakarti”. Artinya Kehidupan manusia baik dan buruk adalah akibat dari perbuatan manusia itu sendiri
“Memayu hayuning pribadi; memayu hayuning kulawarga; memayu hayuning sesama; memayu hayuning bawana”. Artinya berbuat baik bagi diri sendiri, keluarga, sesame manusia, makhluk hidup dan seluruh dunia.
“Kawula mung saderma, mobah-mosik kersaning Hyang sukmo”. Artinya Lakukan yang kita bisa, setelahnya serahkan kepada Tuhan.
“Tansah ajeg mesu budi lan raga nganggo cara ngurangi mangan lan turu”. Artinya Kurangi makan dan tidur yang berlebihan agar kesehatan kita senantiasa terjaga
“Adigang, adigung, adiguno “. Artinya jaga kelakuan, jangan somobong dengan kekuatan, kedudukan, ataupun latarbelakangmu
“Ambeg utomo, andhap asor”. Artinya Selalu menjadi yang utama tapi selalu rendah hati
“Aja mbedakake marang sapadha-padha”. Artinya Hargai perbedaan, jangan membeda-bedakan sesame manusia
“Mohon, mangesthi, mangastuti, marem”. Artinya Selalu meminta petunjuk Tuhan untuk meyelaraskan antara ucapan dan perbuatan agar dapat berguna bagi sesame
“Ora kena nglarani”. Artinya Jangan melukai orang lain
“Rela lan legawa lair trusing batin”. Artinya Ikhlas lahir batin
“Urip kang utama, mateni kang sempurna”. Artinya Selama hidup kita melakukan perbuatan baik maka kita akan menemukan kebahagiaan di kehidupan selanjutnya
“Narimo ing pandum”. Artinya Menerima segala rintangan dengan ikhlas
“Gusti iku cedhak tanpa senggolan, adoh tanpa wangenan”. Artinya Tuhan itu dekat meski kita tubuh kita tidak dapat menyentuhnya dan akal kita dapat menjangkaunya
“Ala lan becik iku gegandhengan, Kabeh kuwi saka kersaning Pangeran”. Artinya Kebaikan dan kejahatan ada bersama-sama, itu semua adalah kehendak Tuhan
“Natas, nitis, netes”. Artinya Dari Tuhan kita ada, bersama Tuhan kita hidup, dan bersatu dengan Tuhan kita kembali
“Alam iki sejatining Guru”. Artinya Alam adalah guru yang sejati
“Golek sampurnaning urip lahir batin lan golek kusumpurnaning pati”. Artinya Kita bertanggung jawab untuk mencari kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat
“Manungsa mung ngunduh wohing pakarti”. Artinya Kehidupan manusia baik dan buruk adalah akibat dari perbuatan manusia itu sendiri



A
Adhang-adhang tetese embun : njagakake barang mung sak oleh-olehe.
Adigang, adigung, adiguna : ngendelake kekuwatane, kaluhurane lan kepinterane.
Aji godhong garing (aking) : wis ora ana ajine / asor banget.
Ana catur mungkur : ora gelem ngrungokake rerasan kang ora becik.
Ana daulate ora ana begjane : arep nemu kabegjan nanging ora sida (untub-untub).
Ana gula ana semut : papan sing akeh rejekine, mesti akeh sing nekani.
Anak polah bapa kepradah : tingkah polahe anak dadi tanggungjawabe wong tuwa.
Anggenthong umos (bocor/rembes) : wong kang ora bisa nyimpen wewadi.
Angon mongso : golek waktu kang prayoga kanggo tumindak.
Angon ulat ngumbar tangan : ngulatake kahanan menawa kalimpe banjur dicolong.
Arep jamure emoh watange : gelem kepenake ora gelem rekasane.
Asu rebutan balung : rebutan barang kang sepele.
Asu belang kalung wang : wong asor nanging sugih.
Asu gedhe menang kerahe : wong kang dhuwur pangkate mesti bae gede panguwasane.
Asu marani gebuk : njarak / sengaja marani bebaya.
Ati bengkong oleh obor : wong kang duwe niyat ala malah oleh dalan.
B
Baladewa ilang gapite (jepit wayang) : ilang kekuwatane / kaluhurane.
Banyu pinerang ora bakal pedhot (sigar) : pasulayan sedulur ora bakal medhotake sedulurane.
Bathang lelaku : lunga ijen ngambah panggonan kang mbebayani.
Bathok bolu isi madu (bolong telu) : wong asor nanging sugih kepinteran.
Blaba wuda : saking lomane nganti awake dhewe ora keduman.
Bebek mungsuh mliwis : wong pinter mungsuh wong kang podho pintere.
Becik ketitik ala ketara : becik lan ala bakal konangan ing tembe mburine.
Belo melu seton (malem minggu) : manut grubyuk ora ngerti karepe (taklid).
Beras wutah arang bali menyang takere : barang kang wis owah ora bakal bali kaya maune.
Bidhung api rowang : ethok-ethok nulung nanging sejatine arep ngrusuhi.
Balilu tan pinter durung nglakoni (bodho) : wong bodho sering nglakoni, kalah pinter ro wong pinter nanging durung tau nglakoni.
Bubuk oleh leng : wong duwe niyat ala oleh dalan.
Bung pring petung : bocah kang longgor (gelis gedhe).
Buntel kadut, ora kinang ora udud : wong nyambut gawe borongan ora oleh mangan lan udud.
Buru (mburu) uceng kelangan dheleg : golek barang sepele malah kelangan barang luwih gedhe.
Busuk ketekuk, pinter keblinger : wong bodho lan pinter padha wae nemu cilaka.
C
Carang canthel : ora diajak guneman nanging melu-melu ngrembug.
Car-cor  kaya kurang janganan : ngomong ceplas-ceplos oran dipikir disik.
Cathok gawel (timangan sabuk) : seneng cawe-cawe mesthi ora diajak guneman.
Cebol nggayuh lintang : kekarepan kang ora mokal bisa kelakon.
Cecak nguntal cagak (empyak) : gegayuhan kang ora imbang karo kekuwatane.
Cedhak celeng boloten (gupak lendhut) : cedhak karo wong ala bakal katut ala.
Cedhak kebo gupak :  cedhak karo wong ala bakal katut ala.
Ciri wanci lelai ginawa mati : pakulinan ala ora bisa diowahi yen durung nganti mati.
Cincing-cincing meksa klebus : karepe ngirit nanging malah entek akeh.
Criwis cawis : seneng maido nanging yo seneng menehi/muruki.
Cuplak andheng-andheng, yen ora pernah panggonane bakal disingkirake : wong kang njalari ala becike disingkirake.
D
Dadiya banyu emoh nyawuk, dadiya godhong emoh nyuwek, dadiyo suket emoh nyenggut : wis ora gelem nyanak / emoh sapa aruh.
Dahwen ati open (seneng nacad) :  nacad nanging mbenerake wong liya.
Dandhang diunekake kuntul, kuntul diunekake dandhang : ala dianggep becik, becik dianggep ala.
Desa mawa cara, negara mawa tata : saben panggonan duwe cara utawa adat dhewe-dhewe.
Dhemit ora ndulit, setan ora doyan : tansah diparingi slamet, ora ana kang ngganggu gawe.
Digarokake dilukoke : dikongkon nyambut gawe abot.
Didhadhunga medhot, dipalangana mlumpat :  wong kang kenceng karepe ora kena dipenggak.
Diwenehi ati ngrogoh rempela : diwenehi sithik ora trima, malah njaluk sing akeh.
Dom sumuruping mbanyu : laku sesideman kanggo meruhi wewadi.
Dudu sanak dudu kadang, yen mati melu kelangan : senajan wong liya yen lagi nemoni rekasa bakal dibelani.
Duka yayah sinipi, jaja bang mawinga-wingi : wong kang nesu banget.
Dudutan lan anculan (tali memeden sawah) : padha kethikan, sing siji ethok-ethok ora ngerti.
Durung pecus keselak besus : durung sembada nanging kepengin sing ora-ora.
E
Eman-eman ora keduman : karepe eman malah awake dewe ora keduman.
Emban cindhe emban siladan (slendang iratan pring) : pilih kasih / ora adil.
Embat-embat celarat (klarap) :  wong nyambut gawe kanthi ngati-ati banget.
Emprit abuntut bedhug : perkara sing maune sepele dadi gedhe / ngambra-ambra.
Endhas gundul dikepeti : wis kepenak ditambahi kepenak maneh.
Endhas pethak ketiban empyak : wong kang bola-bali nemu cilaka.
Enggon welut didoli udhet : panggone wong pinter dipameri kepinteran sing ora sepirowa.
Entek ngamek kurang golek : anggone nyeneni/nguneni sakatoge.
Entek jarake : wis entek kasugihane.
Esuk dhele sore tempe : wong kang ora tetep atine (mencla mencle).
G
Gagak nganggo lar-e  merak : wong asor / wong cilik tumindak kaya wong luhur (gedhe).
Gajah alingan suket teki : lair lan batine ora padha, mesthi bakal ketara.
Gajah (nggajah) elar : sarwa gedhe lan dhuwur kekarepane.
Gajah ngidak rapah (godhong garing) : nerang wewalere dewe.
Gajah perang karo gajah, kancil mati ing tengahe : wong gedhe sing padha pasulayan, wong cilik sing dadi korbane.
Garang garing : wong semugih nanging sejatine kekurangan.
Gawe luwangan kanggo ngurungi luwangan : golek utang kanggo nyaur utang.
Gayuk-gayuk tuna, nggayuh-nggayuh luput : samubarang kang dikarepake ora bisa keturutan.
Gliyak-gliyak tumindak, sareh pakoleh : senajan alon-alon anggone tumindak, nanging bisa kaleksanan karepe.
Golek banyu bening : meguru golek kawruh kang becik.
Golek-golek ketemu wong luru-luru : karepe arep golek utangan malah dijaluki utang.
Gupak pulute ora mangan nangkane : melu rekasa nanging ora melu ngrasakake kepenake.
I
Idu didilat maneh : murungake janji kang wis diucapake.
Iwak lumebu wuwu : wong kena apus kanthi gampang.
J
(n)Jagakake endhoge si blorok : njagagake barang kang durung mesthi ana lan orane.
(n)Jajah desa milang kori : lelungan menyang ngendi-endi.
Jalma angkara mati murka : nemoni cilaka jalaran saka angkara murkane.
(n)Jalukan ora wewehan : seneng njejaluk ora seneng menehi.
Jati ketlusupan ruyung : kumpulane wong becik kelebon wong ala.
Jaran kerubuhan empyak : wong wis kanji (kapok) banget.
Jarit lawas ing sampire : duwe kapinteran nanging ora digunakake.
Jer basuki mawa bea : samubarang gegayuhan mbutuhake wragat.
Jujul muwul : perkara kang nambah-nambahi rekasa.
(n)Junjung ngetebake / ngebrukake : ngalembana nanging duwe maksud ngasorake.
K
Kacang ora ninggal lanjaran : kebiasa-ane anak nirokake wong tuwane.
Kadang konang : gelem ngakoni sedulur mung karo sing sugih.
Kala cacak menang cacak : samubarang panggawean becik dicoba dhisik bisa lan orane.
Kandhang langit, bantal ombak, kemul mega : wong sing ora duwe papan panggonan.
Katepang ngrangsang gunung : kegedhen karep/panjangka sing mokal bisa kelakon.
Katon kaya cempaka sawakul : tansah disenengi wong akeh.
Kaya banyu karo lenga : wong kang ora bisa rukun.
Kakehan gludug kurang udan : akeh omonge ora ana nyatane.
Kabanjiran segara madu : nemu kabegjan kang gedhe banget.
Kebat kliwat, gancang pincang : tumindak kesusu mesthi ora kebeneran.
Kebo bule mati setra : wong pinter nanging ora ana kang mbutuhake.
Kebo ilang tombok kandhang : wis kelangan, isih tombok wragat kanggo nggoleki, malah ora ketemu.
Kebo kabotan sungu : rekasa kakehan anak / tanggungan.
Kebo lumumput ing palang : ngadili perkara ora nganggo waton.
Kebo mulih menyang kandhange : wong lunga adoh bali menyang omahe / asale.
Kebo nusu gudel : wong tuwa njaluk wulang wong enom.
Kegedhen empyak kurang cagak : kegedhen karep nanging ora sembada.
Kajugrugan gunung menyan : oleh kabegjan kang gedhe banget.
Kekudhung walulang macan : ngapusi nggawa jenenge wong kang diwedeni.
Kelacak kepathak : ora bisa mungkir jalaran wis kebukten.
Kena iwake aja nganti buthek banyune : sing dikarepake bisa kelakon nanging aja nganti dadi rame/rusak.
Kencana katon wingko : senajan apik nanging ora disenengi.
Kendel ngringkel, dhadang ora godak : ngakune kendel tur pinter jebule jirih tur bodho.
Kenes ora ethes : wong sugih amuk nanging bodho.
Keplok ora tombok : wong senengane komentar thok nanging ora gelem tumindak.
Kere munggah mbale : batur dipek bojo karo bendarane.
Kere nemoni malem : wong kang bedigasan / serakah.
Kerot ora duwe untu : duwe kekarepan nanging ora duwe beaya / wragat.
Kerubuhan gunung : wong nemoni kesusahan sing gedhe banget.
Kesandhung ing rata, kebentus ing tawang : nemoni cilaka kang ora kenyana-nyana.
Ketula-tula ketali : wong kang tansah nandang sengsara.
Kethek saranggon : kumpulane wong kang tindakane ala.
Kleyang kabur kanginan, ora sanak ora kadhang : wong kang ora duwe panggonan sing tetep.
Klenthing wadah uyah : angel ninggalake pakulinan tumindak ala.
Kongsi jambul wanen : nganti tumekan tuwa banget.
Krokot ing galeng : wong kang mlarat banget.
Kriwikan dadi grojogan : prakara kang maune cilik dadi gedhe banget.
Kumenthus ora pecus : seneng umuk nanging ora sembada.
Kurung munggah lumbung : wong asor / cilik didadekake wong gedhe.
Kuthuk nggendhong kemiri : manganggo kang sarwo apik/aji liwat dalan kang mbebayani.
Kutuk marani sunduk, ula marani gebuk : njarag marani bebaya.
Kuncung nganti temekan gelung : suwe banget anggone ngenteni.
L
Ladak kecangklak : wong kang angkuh nemoni pakewuh, marga tumindake dewe.
Lahang karoban manis : rupane bagus / ayu tur luhur budine.
Lambe satumang kari samerang : dituturi bola-bali meksa ora digugu.
Lanang kemangi : wong lanang kang jireh.
Legan golek momongan : wis kepenak malah golek rekasa.
Lumpuh ngideri jagad : duwe karepan kang mokal bisa keturutan.
M
Maju tatu mundur ajur : perkara kang sarwa pakwuh.
Matang tuna numbak luput : tansah luput kabh panggayuhan.
Mbuang tilas : ethok-ethok ora ngerti marang tumindak kang ala sing lagi dilakoni.
Meneng widara uleran : katon anteng nanging sejatin ala atine.
Menthung koja kena sembagine : rumangsane ngapusi nanging sejatine malah kena apus.
Merangi tatal : mentahi rembug kang wis mateng.
Mikul dhuwur mendhem jero : bisa njunjung drajate wong tuwa.
Milih-milih tebu oleh boleng : kakehan milih wekasan oleh kang ora becik.
Mrojol selaning garu : wong kang luput saka bebaya.
Mubra-mubra mblabar madu : wong sing sarwa kecukupan.
N
Nabok anyilih tangan : tumindak ala kanthi kongkonan uwong liya.
Ngagar metu kawul : ngojok-ojoki supaya dadi pasulayan, nanging sing diojoki ora mempan.
Ngajari bebek nglangi : panggawean sing ora ana paedahe.
Ngalasake negara : wong sing ora manut pranatane negara.
Ngalem legining gula : ngalembana kepinterane wong kang pancen pinter/sugih.
Ngaturake kidang lumayu : ngaturake barang kang wis ora ana.
Nglungguhi klasa gumelar : nindakake panggawean kang wis tumata.
Ngontragake gunung : wong cilik/asor bisa ngalahake wong luhur/gedhe, nganti gawe gegere wong akeh.
Nguthik-uthik macan dhedhe : njarag wong kang wis lilih nepsune.
Nguyahi segara : weweh marang wong sugih kang ora ana pituwase.
Nucuk ngiberake : wis disuguhi mangan mulih isih mbrekat.
Nututi layangan pedhot : nggoleki barang sepele sing wis ilang.
Nyangoni kawula minggat : ndandani barang sing tansah rusak.
Nyolong pethek : tansah mleset saka pametheke/pambatange.
O
Obah ngarep kobet mburi : tumindake penggede dadi contone/panutane kawula alit.
Opor bebek mentas awake dhewek : rampung saka rekadayane dhewe.
Ora ana banyu mili menduwur : watake anak biasane niru wong tuwane.
Ora ana kukus tanpa geni : ora ana sbab tanpa akibat.
Ora gonjo ora unus : wong kang ala atine lan rupane.
Ora mambu enthong irus : dudu sanak dudu kadhang.
Ora tembung ora tawung : njupuk barang liyan ora kandha disik.
Ora uwur ora sembur : ora gelem cawe-cawe babar pisan.
Ora kinang ora udud : ora mangan apa-apa.
Othak athik didudut angel : guneme sajak kepenak, bareng ditemeni jebule angel.
P
Palang mangan tandur : diwenehi kapercayan malah gawe kapitunan.
Pandengan karo srengenge : memungsuhan karo penguwasa.
Pandhitane antake : laire katon suci batine ala.
Pecruk (manuk kag magan iwak) tunggu bara : dipasrahi barang kang dadi kesenengan.
Pitik trondhol diumbar ing padaringan : wong ala dipasrahi barang kang aji, wekasane malah ngentek-entekake.
Pupur sadurunge benjut : ngati-ati sadurunge benjut.
R
Rampek-rampek kethek : nyedak-nyedak mung arep gawe kapitunan.
Rawe-rawe rantas malang-malang putung : samubarang kang ngalang-alangi bakal disingkirake.
Rebut balung tanpa isi : pasulayan merga barang kang sepele.
Rindhik asu digitik : dikongkon nindakake penggawean kang cocok karo kekarepane.
Rupa nggendhong rega : barang apik regane larang.
Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah : yen padha rukun mesti padha santosa, yen padha congkrah mesthi padha bubrah/rusak.
S
Sabar sareh mesthi bakal pikoleh : tumindak samubarang aja kesusu supaya kasil.
Sabaya pati, sabaya mukti : kerukunan kang nganti tekan pati.
Sadumuk bathuk sanyari bumi : pasulayan nganti dilabuhi tekaning pati.
Sandhing kebo gupak : cedhak wong tumindak ala, bisa-bisa katut ala.
Satru mungging cangklakan : mungsuh wong kang isih sanak sedulur.
Sadhakep awe-awe : wis ninggalake tumindak ala, nanging batien isih kepengin nglakoni maneh.
Sembur-sembur adus, siram-siram bayem : bisa kalaksanan marga oleh pandongane wong akeh.
Sepi ing pamrih, rame ing gawe : nindakake panggaweyan kanthi ora melik/pamrih apa-apa.
Sing sapa salah bakal seleh : sing sapa salah bakal konangan.
Sluman slumun slamet : senajan kurang ati-ati isih diparingi slamet.
Sumur lumaku tinimba, gong lumaku tinabuh : wong kang kumudu-kudu dijaluki piwulang/ditakoni.
T
Tebu tuwuh socane : prakara kang wus apik, bubrah marga ana sing ngrusuhi.
Tega larane ora tega patine : senajan negakake rekasane, nanging isih menehi pitulungan.
Tekek mati ing ulone : nemoni cilaka margo saka guneme dhewe.
Tembang rawat-rawat, ujare mbok bakul sunambiwara : kabar kang durung mesthi salah lan benere.
Timun jinara : prakara gampang banget.
Timun mungsuh duren : wong cilik mungsuh wang kuwat/panguwasa, mesthi kalahe.
Timun wungkuk jaga imbuh : wong bodho kanggone yen kekurangan wae.
Tinggal glanggang colong playu : ninggalake papan pasulayan.
Tulung (nulung) menthung : katone nulungi jebule malah nyilakani.
Tumbak cucukan : wong sing seneng adu-adu.
Tuna sathak bathi sanak : rugi bandha nanging bathi paseduluran.
Tunggak jarak mrajak tunggak jati mati : prakara ala ngambra-ambra, prakara becik kari sethitik.
U
Ucul saka kudangan : luput saka gegayuhane.
Ulat madhep ati manteb : wis manteb banget kekarepane.
Undaking pawarta, sudaning kiriman : biasane pawarta iku beda karo kasunyatane.
Ungak-ungak pager arang : ngisin-isini.
W
Welas tanpa lalis : karepe welas nanging malah gawe kapitunan.
Wis kebak sundukane : wis akeh banget kaluputane.
Wiwit kuncung nganti gelung : wiwit cilik nganti gedhe tuwa.
Y
Yitna yuwana mati lena : sing ngati-ati bakal slamet, sing sembrana bakal cilaka.
Yiyidan mungging rampadan : biyene wong durjana/culika saiki dadi wong sing alim.
Yuwana mati lena : wong becik nemoni cilaka marga kurang ngati-ati.
Yuyu rumpung mbarong ronge : omahe magrong-magrong nanging sejatine mlarat.
 



Cerita Bijak


Sayang Dari ALLAH  SWT   Saat kau bangun pagi hari, AKU memandangmu  dan berharap engkau akan berbicara  kepada  KU, walaupun hanya sepatah kata  meminta pendapatKU atau  bersyukur kepada KU atas sesuatu hal yang indah yang  terjadi dalam hidupmu hari ini atau kemarin   .......   Tetapi AKU melihat engkau begitu sibuk   mempersiapkan diri untuk  pergi bekerja  ..... AKU  kembali menanti saat engkau sedang bersiap, AKU tahu akan ada  sedikit waktu bagimu untuk  berhenti dan menyapaKU, tetapi   engkau terlalu sibuk  .........   Disatu tempat, engkau  duduk disebuah kursi selama lima   belas menit tanpa melakukan apapun.  Kemudian AKU Melihat  engkau menggeerakkan kakimu. AKU berfikir engkau akan berbicara kepadaKU tetapi engkau berlari ke telephone  dan menghubungi seorang  teman untuk mendengarkan   kabar  terbaru.   AKU melihatmu ketika  engkau pergi bekerja dan AKU menanti dengan sabar sepanjang hari. Dengan semua kegiatanmu AKU berfikir engkau terlalu   sibuk mengucapkan sesuatu   kepadaKU.   Sebelum makan siang AKU melihatmu   memandang sekeliling,   mungkin engkau merasa malu untuk berbicara kepadaKU, itulah sebabnya mengapa  engkau tidak menundukkan  kepalamu. Engkau memandang tiga atau empat meja sekitarmu dan melihat  beberapa temanmu berbicara dan  menyebut namaKU  dengan lembut  sebelum menyantap rizki  yang AKU berikan, tetapi  engkau tidak melakukannya ........ masih ada waktu yang tersisa dan AKU berharap engkau akan berbicara kepadaKU, meskipun saat engkau  pulang kerumah kelihatannya seakan-akan banyak   hal yang harus kau   kerjakan.   Setelah tugasmu selesai, engkau menyalakan   TV, engkau menghabiskan  banyak waktu  setiap  hari didepannya, tanpa  memikirkan apapun dan hanya menikmati acara  yg ditampilkan. Kembali AKU menanti dengan sabar  saat engkau  menonton TV dan  menikmati makananmu tetapi kembali  kau  tidak berbicara kepadaKU ......       Saat tidur, KU pikir kau  merasa terlalu  lelah. Setelah  mengucapkan selamat malam  kepada keluargamu, kau melompat ketempat tidur dan tertidur   tanpa sepatahpun   namaKU, kau sebut. Engkau menyadari bahwa AKU selalu hadir  untukmu.   AKU telah  bersabar lebih lama dari yang kau sadari. AKU bahkan  ingin mengajarkan bagaimana bersabar terhadap  orang lain. AKU sangat  menyayangimu, setiap hari AKU  menantikan sepatah  kata, do'a, pikiran atau syukur dari  hatimu.   Keesokan  harinya ...... engkau bangun kembali dan kembali  AKU menanti dengan penuh kasih bahwa hari ini  kau akan memberiku sedikit waktu  untuk  menyapaKU ........Tapi  yang  KU tunggu ........ tak kunjung tiba ...... tak juga kau  menyapaKU.   Subuh ........ Dzuhur ....... Ashyar  ........... Magrib ......... Isya dan  Subuh kembali,  kau masih mengacuhkan AKU  ..... tak ada sepatah  kata,  tak ada seucap do'a, dan tak ada  rasa, tak ada  harapan dan keinginan untuk bersujud  kepadaKU  ...........   Apa salahKU padamu ...... wahai  UmmatKU????? Rizki yang KU  limpahkan, kesehatan yang  KU berikan, harta yang KU relakan,   makanan yang KU hidangkan, anak-anak yang KUrahmatkan, apakah  hal itu tidak membuatmu ingat kepadaKU    .............!!!!!!!   Percayalah AKU selalu mengasihimu, dan AKU  tetap berharap suatu saat engkau  akan menyapa KU, memohon perlindungan  KU, bersujud menghadap KU ....... Yang selalu menyertaimu setiap  saat   .........


Anugerah Yang Paling Berharga

Ada sebuah telaga indah. Airnya sejuk, jernih dan tenang. Permukaannya berkilauan, Bukan hanya karena memantulkan sinar rembulan, namun batu-batu pualam yang ada didasarnya juga memancarkan cahaya. Kedamaian selalu meliputinya. Sayangnya, telaga itu tak mudah dijangkau. Ia terletak ditengah hutan lebat yang dipagari oleh semak berduri. pepohonan tinggi dan binatang buas menghadang setiap langkah kesana. Siapapun yang mampu menemui dan meneguk keindahannya, raja rimbapun tunduk dan patuh padanya.   Telaga itu adalah hati nurani anda, yang senantiasa menyerukan ketrentaman batin. Kesejukan regukan airnya memberi makna pada hidup anda. Sedangkan rimba lebat penuh onak dan binatang buas adalah wujud dari pikiran, emosi, hawa nafsu dan persepsi indrawi yang selalu menghalangi jalan anda. Tanpa disadari ia pun dapat melukai diri anda. Namun, bila anda telah menemukan suara hati nurani itu, maka kekuatan dan kedamaian melingkupi anda. Temukan telaga jernih milik anda. itulah anugerah paling berharga yang harus anda pegang teguh dalam hidup ini.    
KATA BIJAK MINGGU INI :
Ma'afkanlah musuh-musuhmu, tapi jangan pernah melupakan nama-namanya – JFK




KATA BIJAK MINGGU INI :
Kerendahan hati menuntun pada kekuatan bukan kelemahan. Mengakui kesalahan dan melakukan perubahan atas kesalahan adalah bentuk tertinggi dari penghormatan pada diri sendiri - John Mccloy

Alasan Di Balik Kegagalan          
Bila anda mencari alasan untuk sebuah kegagalan, anda bisa temukan berjuta-juta dengan mudahnya. Namun, alasan tetaplah alasan. Ia takkan mengubah kegagalan menjadi keberhasilan. Kerapkali, alasan serupa dengan pengingkaran. Semakin banyak menumpuk alasan, semakin besar pengingkaran pada diri sendiri. Ini menjauhkan Anda dari keberhasilan, sekaligus melemahkan kekuatan diri sendiri. Berhentilah mencari suatu alasan untuk menutupi kegagalan. Mulailah bertindak untuk meraih keberhasilan. Belajarlah dari penambang yang tekun mencari emas. Ditimbanya berliter-liter tanah keruh dari sungai. Ia saring lumpur dari pasir. Ia sisir pasir dari logam. Tak jemu ia lakukan hingga tampaklah butiran emas berkilauan. Begitulah semestinya anda memperlakukan kegagalan. Kegagalan itu seperti pasir keruh yang menyembunyikan emas. Bila anda terus berusaha, tekun mencari perbaikan disela-sela kerumitan, serta berani menyingkirkan alasan-alasan, maka anda akan menemukan cahaya kesempatan. Hanya mencari alasan, sama dengan membuang pasir dan semua emas yang ada didalamnya.


KATA BIJAK MINGGU INI :

Kerendahan hati menuntun pada kekuatan bukan kelemahan. Mengakui kesalahan dan melakukan perubahan atas kesalahan adalah bentuk tertinggi dari penghormatan pada diri sendiri - John Mccloy

Belajar Seumur Hidup

Bila anda menganggap bahwa anda sudah tak perlu lagi belajar selepas meraih ijasah sekolah, maka anda salah. Dunia sedang berjalan semakin cepat. Manusia bekerja samakin baik. Persoalan yang muncul semakin rumit. Anda memerlukan berbagai ketrampilan yang baru. Bukan hanya sebagai alat untuk meraih kemajuan. Namun untuk berada disuatu tempat anda dituntut untuk tahu bagaimana menjaga posisi. Karena itu, jangan berhenti belajar. Pelajarilah hal-hal baru dengan penuh antusias. Belajar berarti membuka diri anda dengan dunia Yang Maha Luas ini. Belajar mengingatkan, sesungguhnya anda tak mungkin tahu semua jawaban. Belajar mengajarkan pelajaran terpenting dalam hidup, yaitu kerendahan hati untuk bertanya.   Memang benar, sarang burung Manyar tak mengalami perubahan sejak berabad-abad lalu. Mungkin, hingga berabad-abad ke depan. Juga benar, ikan Salmon mungkin takkan mengubah perjalanannya kesungai air tawar untuk meletakkan telur-telur mereka. Namun, kehidupan manusia selalu berubah.   Bukan hanya dari tahun ke tahun, atau dari bulan ke bulan. Tetapi, dari hari kehari. Manusia akan menemukan cara-cara terbaik bagi hidup mereka. Rahasia alam ini terlalu Maha Besar untuk dimengerti dalam seumur yang fana ini. Anda tidak harus mengetahui semua jawaban, Namun, anda harus berusaha tahu apa yang terbaik bagi hidup anda. Untuk itu anda harus belajar Seumur hidup anda.  

KATA BIJAK MINGGU INI :
Kita tidak tahu bagaimana hari esok, yang bisa kita lakukan ialah berbuat sebaik-baiknya dan berbahagia pada hari ini – STC


Kuatnya Sebongkah Harapan

Dahulu, ada seorang pengusaha yang cukup berhasil disebuah kota. Ketika sang suami jatuh sakit, satu persatu pabrik mereka dijual. Harta mereka terkuras untuk berbagai biaya pengobatan. Hingga mereka harus pindah ke pinggiran kota dan membuka rumah makan yang sederhana. Sang suami pun telah tiada. beberapa tahun kemudian, rumah makan itupun harus berganti rupa menjadi warung makan yang lebih kecil disebelah pasar. Setelah lama tak terdengar kabarnya, kini setiap malam tampak sang istri dibantu oleh anak dan mantunya menggelar tikar berjualan lesehan dialun-alun kota. Cucunya sudah beberapa. Orang-orang pun masih mengenal masa lalunya yang berkelimpahan. Namun, Ia tidak kehilangan senyumnya yang tegar saat meladeni para pembeli. Wahai ibu, bagaimana kau sedemikian kuat? " Harapan nak! Jangan kehilangan harapan. Bukankah seorang guru dunia pernah berujar, karena harapanlah seorang ibu menyusui anaknya. Karena harapanlah kita menanam pohon meski kita tahu kita tak akan sempat memetik buahnya yang ranum bertahun-tahun kemudian. Sekali kau kehilangan harapan, kau kehilangan seluruh kekuatanmu untuk menghadapi dunia".  

KATA BIJAK MINGGU INI :

Keramahtamahan dalam perkataan menciptakan keyakinan, keramahtamahan dalam pemikiran menciptakan kedamaian, keramahtamahan dalam memberi menciptakan kasih - Lao Tse

Temukan Ketenangan

Coba anda lempar sebutir kerikil ke dalam telaga yang tenang. Berpusat dari tempat jatuhnya kerikil itu akan tercipta sebuah riak gelombang yang mengalun ke penjuru telaga. Kini, bisakah anda menghentikan laju riak gelombang itu? Mungkin anda mencoba dengan memasukkan telapak tangan anda ke dalam air . Atau, menghadangnya dengan ke dua belah kaki anda. Namun yang terjadi adalah semakin banyak anda melakukan sesuatu pada permukaan telaga, semakin banyak riak gelombang baru bermunculan. Satu-satunya cara menghentikan laju riak gelombang itu hanyalah dengan membiarkannya berhenti sendiri.
  Demikian pula dengan ketenangan dan pikiran. Semakin keras anda melakukan sesuatu pada pikiran anda, semakin sulit anda mencapai ketenangan itu. Amati saja. Jangan tolak atau menghentikan riak pikiran anda. Biarkan pikiran berangsur-angsur tenang. Ketenangan diri dimulai dari ketenangan pikiran; sedangkan ketenangan pikiran bermula dari ketenangan bernafas. Dalam nafas yang tenang temukan jiwa yang tenang.  

KATA BIJAK MINGGU INI :

Semua yang dimulai dengan rasa marah, akan berakhir dengan rasa malu - Benjamin Franklin

Cobalah Untuk Merenung

Sediakan beberapa menit dalam sehari untuk melakukan perenungan. Lakukan di pagi hari yang tenang, segera setelah bangun tidur. Atau di malam hari sesaat sebelum beranjak tidur. Merenunglah dalam keheningan. Jangan gunakan pikiran untuk mencari berbagai jawaban. Cukup berteman dengan ketenangan maka anda akan mendapatkan kejernihan pikiran. Jawaban yang berasal dari pikiran anda yang bening. Selama berhari-hari  anda disibukkan oleh berbagai hal. Sadarilah bahwa pikiran anda memerlukan istirahat. Tidak cukup hanya dengan tidur. Anda perlu tidur dalam keadaan terbangun. Merenunglah dan dapatkan ketentraman batin.
  Pikiran yang digunakan itu bagaikan air sabun yang diaduk dalam sebuah gelas kaca. Semakin banyak sabun yang bercampur semakin keruh air. Semakin cepat anda mengaduk semakin kencang pusaran. Merenung adalah menghentikan adukan. Dan membiarkan air berputar perlahan. Perhatikan partikel sabun turun satu persatu, menyentuh dasar gelas. Benar-benar perlahan. Tanpa suara. Bahkan anda mampu mendengar luruhnya partikel sabun. Kini anda mendapatkan air jernih tersisa di permukaan. Bukankah air yang jernih mampu meneruskan cahaya. Demikian halnya pikiran anda yang bening.

KATA BIJAK MINGGU INI :

Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh - Confusius

Cerita dari Gunung

Seorang bocah mengisi waktu luang dengan kegiatan mendaki gunung bersama ayahnya. Entah mengapa, tiba-tiba si bocah tersandung akar pohon dan jatuh. " Aduhh!" jeritannya memecah keheningan suasana pegunungan. Si bocah amat terkejut, ketika ia mendengar suara di kejauhan menirukan teriakannya persis sama, " Aduhh!"
  Dasar anak-anak, ia berteriak lagi, " Hei! siapa kamu?" Jawaban yang terdengar, " Hei! siapa kamu?" lantaran kesal mengetahui suaranya selalu ditirukan, si anak berseru, "Pengecut kamu!" lagi-lagi ia terkejut ketika suara dari sana membalasnya dengan umpatan serupa. Ia bertanya kepada sang ayah, " Apa yang terjadi?"     Dengan penuh kearifan sang ayah tersenyum, "Anakku, coba perhatikan. " Lelaki itu berkata keras, " Saya kagum padamu!" Suara di kejauhan menjawab, "Saya kagum padamu!" Sekali lagi sang ayah berteriak "Kamu sang juara!" Suara itu manjawab, "Kamu sang juara!"   Sang bocah sangat keheranan, meski demikian ia tetap belum mengerti. lalu sang ayah menjelaskan, " Suara itu adalah GEMA, tapi sesungguhnya itulah KEHIDUPAN." Kehidupan memberi umpan balik atas semua ucapan dan tindakanmu. Dengan kata lain, kehidupan kita adalah sebuah atau bayangan atas tindakan kita. Bila kamu ingin mendapatkan lebih banyak cinta didunia ini, ya ciptakan cinta didalam hatimu. Hidup akan memberikan kembali segala sesuatu yang telah kau berikan kepadanya. Ingat, hidup bukan sebuah kebetulan tapi sebuah bayangan dirimu.  

KATA BIJAK MINGGU INI :

Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik - EU

Dimulai Dengan Angan-Angan

Segala yang terjadi, dimulai dengan khayalan. Segala yang anda capai, dimulai dengan angan-angan dipikiran. Apa yang anda sekarang angankan, bila kita bicara tentang setahun dua tahun ke depan? Apakah anda melihat masalah, dan segala sesuatu yang berantakan? Ataukah anda melihat peluang dan keberhasilan?
  Tidak ada batas bagi imajinasi. Anda boleh menghayalkan apa saja. Khayalan tidak bisa dibatasi realitas fisik, kesulitan keuangan, rasa takut, penolakan, dan apa saja yang mengurung anda di "dunia nyata".   Bayangkan masa depan, dan biarkan diri anda melaju dengannya. Tinggalkan kendala di belakang, dan tampilkan hidup yang ingin anda jalankan. Hidup yang anda ciptakan akan dimulai dari angan anda. Ciptakan angan-angan terbaik, dan mulai bertindak untuk mewujudkannya.   ****************************************************** Tahukah Anda !..   Dibawah ini ada sebuah daftar kegagalan dari orang yang semasa hidupnya mengalami banyak tantangan dan badai.  
·         1831 - ia mengalami kebangkrutan dalam usahanya.
·         1832 - ia menderita kekalahan dalam pemilihan tingkat lokal
·         1833 - ia kembali menderita kebangkrutan.
·         1835 - istrinya meninggal dunia
·         1836 - ia menderita tekanan mental sedemikian rupa, sehingga hampir saja masuk rumah sakit jiwa.
·         1837 - ia menderita kekalahan dalam suatu kontes pidato
·         1840 - ia gagal dalam pemilihan anggota senat Amerika Serikat.
·         1842 - ia menderita kekalahan untuk duduk di dalam kongres Amerika Serikat.
·         1848 - ia kalah lagi di kongres Amerika Serikat.
·         1855 - ia gagal lagi di senat Amerika Serikat.
·         1856 - ia kalah dalam pemilihan untuk menduduki kursi wakil presiden Amerika Serikat.
·         1858 - ia kalah lagi di senat Amerika Serikat.
·         1860 - Ia akhirnya menjadi presiden Amerika Serikat.
Siapakah dia? Namanya ialah Abraham Lincoln.   Kalau orang lain yang mengalami demikian banyak kegagalan mungkin ia sudah mundur secara teratur. Tetapi Lincoln maju terus, kata mundur sama sekali tidak ada diotaknya. Akibatnya ia kemudian mencapai suatu sukses yang luar biasa.    
KATA BIJAK MINGGU INI :

Sukses berjalan dari satu kegagalan ke kegagalan yang lain, tanpa kita kehilangan semangat - Abraham Lincoln

Ikan Kecil Dan Air

Suatu hari seorang ayah dan anaknya sedang duduk berbincang bincang di tepi sungai. Kata ayah kepada anaknya, "Lihatlah anakku, air begitu penting dalam kehidupan ini, tanpa air kita semua akan mati."
Pada saat yang bersamaan, seekor ikan kecil mendengarkan percakapan itu dari bawah permukaan air, ia mendadak menjadi gelisah dan ingin tahu apakah air itu, yang katanya begitu penting dalam kehidupan ini. Ikan kecil itu berenang dari hulu sampai ke hilir sungai sambil bertanya kepada setiap ikan yang ditemuinya, " Hai, tahukah kamu dimana air? Aku telah mendengar percakapan manuasia bahwa tanpa air, kehidupan akan mati." Ternyata semua ikan tidak mengetahui dimana air itu, si ikan kecil semakin gelisah, lalu ia berenang menuju mata air untuk bertemu ikan tua yang sudah berpengalaman, kepada ikan tua itu ikan kecil ini menanyakan hal serupa, "Dimanakah air?" Jawab ikan tua, "tak usah gelisah anakku, air itu telah mengelilingimu, sehingga kamu bahkan tidak menyadari kehadirannya. Memang benar, tanpa air kita akan mati." Apa arti cerita tersebut bagi kita. Manusia kadang-kadang mengalami situasi seperti si ikan kecil, mencari kesana kemari tentang kehidupan dan kebahagiaan, padahal ia sedang menjalaninya, bahkan kebahagiaan sedang melingkupinya sampai-sampai dia tidak menyadarinya.    

KATA BIJAK MINGGU INI :

Orang yang luar biasa itu, sederhana dalam ucapan, tetapi hebat dalam tindakan - Confusius

Tidak ada komentar: